Bukan hal yang baru lagi bahwa setiap menjelang datangnya Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha kita selalu dihantui oleh perbedaan pandangan mengenai kapan jatuhnya awal bulan tersebut. Hal ini seolah sudah menjadi tradisi umat Islam di Indonesia bahwa kalau gak beda bukan Indonesia namanya. Menurut para ulama bahwa perbedaan itu adalah rahmat, barangkali karena itulah kita sering beda.
Berarti kalau perbedaan adalah rahmat, boleh saya balik berarti kesamaan adalah bencana! Moga-moga tidak demikan.
Mengamati kalender yang beredar di masyarakat terbitan dari berbagai ormas-ormas Islam termasuk dari pemerintah dalam hal ini Departemen Agama nampaknya untuk Ramadhan tahun ini akan dimulai secara serentak dan bersama pada Minggu, 24 September 2006. Lha kenapa bisa bareng? khan biasanya seneng beda! mari kita cari sebabnya.
Kalender Hijriyah
Kalender Hijriyah adalah kalender yang mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Oleh sebab itulah kalender ini sering disebut kalender komariyah. Ada banyak kalender lain yang juga mengacu para peredaran bulan, misalnya kalender Jawa, kalender Cina, kalender Yahudi dsb. Kalender Hiljriyah berbeda dengan kalender nasional yang menggunakan acuan musim atau peredaran semu matahari sehingga sering disebut kalender syamsiyah. Kalender nasional mengawali harinya saat pukul 00 tengah malam dan bersifat tetap. Sedangkan kalender Hijriyah mengawali harinya pada sore hari saat matahari terbenam di suatu tempat sehingga jamnya berubah-ubah dari hari ke hari.
Jumlah hari dalam satu bulan pada kalender nasional sudah diatur secara tetap yaitu: Januari (31), Februari (28/29=kabisat), Maret (31), April (30), Mei (31), Juni (30), Juli (31), Agustus (31), September (30), Oktober (31), November (30) dan Desember (31). Sedangkan jumlah hari dalam satu bulan pada kalender Hijriyah meliputi : Muharram, Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Zulqaidah dan Zulhijjah selalu berubah bisa 29 atau 30 tergantung oleh nampak tidaknya hilal sebagai pertanda mulainya awal bulan Hijriyah. Ketidakpastian jumlah hari ini dalam sebulan ini disebabkan dalam satu periode putaran bulan memerlukan waktu sekitar 29,5 hari.
Kalender Hijriyah adalah kalender yang mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Oleh sebab itulah kalender ini sering disebut kalender komariyah. Ada banyak kalender lain yang juga mengacu para peredaran bulan, misalnya kalender Jawa, kalender Cina, kalender Yahudi dsb. Kalender Hiljriyah berbeda dengan kalender nasional yang menggunakan acuan musim atau peredaran semu matahari sehingga sering disebut kalender syamsiyah. Kalender nasional mengawali harinya saat pukul 00 tengah malam dan bersifat tetap. Sedangkan kalender Hijriyah mengawali harinya pada sore hari saat matahari terbenam di suatu tempat sehingga jamnya berubah-ubah dari hari ke hari.
Jumlah hari dalam satu bulan pada kalender nasional sudah diatur secara tetap yaitu: Januari (31), Februari (28/29=kabisat), Maret (31), April (30), Mei (31), Juni (30), Juli (31), Agustus (31), September (30), Oktober (31), November (30) dan Desember (31). Sedangkan jumlah hari dalam satu bulan pada kalender Hijriyah meliputi : Muharram, Shafar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Zulqaidah dan Zulhijjah selalu berubah bisa 29 atau 30 tergantung oleh nampak tidaknya hilal sebagai pertanda mulainya awal bulan Hijriyah. Ketidakpastian jumlah hari ini dalam sebulan ini disebabkan dalam satu periode putaran bulan memerlukan waktu sekitar 29,5 hari.
Hilal sebagai penentu
Hilal adalah bulan sabit terkecil yang dapat dilihat oleh mata manusia beberapa saat setelah matahari terbenam. Terlihatnya hilal akan didahului peristiwa ijtimak atau konjungsi yaitu saat bulan dan matahari sejajar dalam meridian yang sama yang secara astronomis disebut bulan baru atau new moon. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Danjon seorang astronom dari Perancis menyimpulkan bahwa karena kemampuan mata manusia, lemahnya cahaya hilal serta pengaruh cahaya senja dan gangguan atmosfer menyebabkan pengamatan terhadap hilal amatlah sulit. Berdasarkan kajian terhadap laporan yang dapat dipercaya atas kenampakan hilal di berbagai negara, hilal haruslah memiliki sudut elongasi minimum 7° terhadap matahari atau paling tidak umur hilal minimum 12 jam selepas konjungsi agar ia dapat terlihat oleh mata manusia tanpa peralatan optik. Oleh sebab itulah beberapa laporan pengamat hilal dari Indonesia yang mengklaim dapat melihat hilal padahal kedudukan saat itu masih di bawah limit Danjon tersebut patut diragukan. Sebab bisa saja yang dilihat bukan hilal yang sebenarnya melainkan obyek yang dikira hilal. Obyek tersebut bisa saja lampu pesawat, cahaya planet Venus, awan atau obyek-obyek lain.
Di Indonesia setidaknya berlaku tiga atau empat kriteria yang menjadi acuan awal mulainya bulan Hijriyah dimana masing-masing kriteria memiliki pengikut yang tidak sedikit. Masing-masing kriteria itu adalah : Rukyatul Hilal, Imkanurrukyat, Wujudul Hilal dan Rukyat Global.
1. Rukyatul Hilal (bil Fi'li)
Hadits Rasulullah SAW menyatakan "Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika terhalang maka genapkanlah (istikmal)". Berdasarkan syariat tersebut Nahdhatul Ulama (NU) sebagai ormas Islam berhaluan ahlussunnah wal jamaah berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Hijriyah wajib menggunakan rukyatul hilal bil fi'li, yaitu dengan merukyat hilal secara langsung. Bila tertutup awan atau menurut Hisab hilal masih di bawah ufuk, mereka tetap merukyat untuk kemudian mengambil keputusan dengan menggenapkan (istikmal) bulan berjalan menjadi 30 hari. Hisab hanya sebagai alat bantu, bukan sebagai penentu masuknya awal bulan qamariyah. Sementara hisab juga tetap digunakan, namun hanya sebagai alat bantu dan bukan penentu awal bulan Hijriyah.
2. Wujudul Hilal
Menurut Kriteria Wujudul Hilal yang sering disebut juga dengan konsep "ijtimak qoblal qurub" yaitu terjadinya konjungsi (ijtimak) sebelum tenggelamnya matahari, menggunakan prinsip sederhana dalam penentuan awal bulan Hijriyah yang menyatakan bahwa :
Jika pada hari terjadinya konjungsi (ijtimak) telah memenuhi 2 (dua) kondisi, yaitu:(1) Konjungsi (ijtimak) telah terjadi sebelum Matahari tenggelam, (2) Bulan tenggelam setelah Matahari, maka keesokan harinya dinyatakan sebagai awal bulan Hijriyah.
Berdasarkan konsep inilah Muhammadiyah dapat menyusun kalender Hijriyah termasuk penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun yang akan datang. Ini sesuai dengan konsep Muhammadiyah yang memegang prinsip mempertautkan antara dimensi ideal-wahyu dan peradaban manusia dalam kehidupan nyata termasuk dalam penentuan awal bulan Hijriyah. Hal ini juga merupakan hasil keputusan Musyawarah Tarjih Muhammadiyah tahun 1932 di Makassar yang menyatakan As-Saumu wa al-Fithru bir ru'yah wa laa man ilaa bil Hisab (berpuasa dan Idul Fitri itu dengan rukyat dan tidak berhalangan dengan hisab) yang secara implisit Muhammadiyah juga mengakui Rukyat sebagai awal penentu awal bulan Hijriyah. Muhammadiyah mulai tahun 1969 tidak lagi melakukan Rukyat dan memilih menggunakan Hisab Wujudul Hilal, itu dikarenakan rukyatul hilal atau melihat hilal secara langsung adalah pekerjaan yang sangat sulit dan dikarenakan Islam adalah agama yang tidak berpandangan sempit, maka hisab dapat digunakan sebagai penentu awal bulan Hijriyah. Kesimpulannya, Hisab Wujudul Hilal yang dikemukakan oleh Muhammadiyah bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal mungkin dilihat atau tidak, akan tetapi dijadikan dasar penetapan awal bulan Hijriyah sekaligus jadi bukti bahwa bulan baru sudah masuk atau belum. Pasca 2002 Persatuan Islam (Persis) mengikuti langkah Muhammadiyah menggunakan Kriteria Wujudul Hilal.
3. Imkanur Rukyat MABIMS
Taqwim Standard Empat Negara Asean, yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) merumuskan kriteria yang disebut "imkanur rukyah" dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah yang menyatakan : "Hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-syarat berikut: (1)· Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horison tidak kurang daripada 2° dan jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang daripada 3°. Atau (2)· Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang daripada 8 jam selepas ijtimak/konjungsi berlaku. Kriteria yang diharapkan sebagai pemersatu terhadap perbedaan kriteria yang ada nampaknya belum memenuhi harapan sebab beberapa ormas memang menerima, namun ormas yang lain menolak dengan alasan prinsip.
4. Rukyat Global ( Matla al Badar )
Kriteria ini dipakai oleh sebagian muslim di Indonesia lewat organisasi-organisasi tertentu yang mengambil jalan pintas merujuk kepada negara Arab Saudi atau terlihatnya hilal di negara lain dalam penentuan awal bulan Hijriyah termasuk penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Penganut kriteria ini berdasarkan pada hadist yang menyatakan, jika satu penduduk negeri melihat bulan, hendaklah mereka semua berpuasa meski yang lain mungkin belum melihatnya.Beda? Tanya kenapa?
Secara kebetulan Ramadahan kali ini memang hilal pada posisi menguntungkan sebab ijtimak/konjungsi akhir Sya'ban terjadi pada hari Jumat, 22 September 2006 pukul 18.45 WIB yang artinya terjadi setelah matahari terbenam di semua wilayah Indonesia. Akibatnya menurut aturan syariat, bulan Sya'ban akan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. hal ini disebabkan posisi hilal belum memenuhi kriteria baik rukyatul hilal, wujudul hilal dan imkanur rukyat sehingga secara serentak umat Islam di Indonesia akan memulai puasa Ramadhan tahun ini pada Minggu, 24 September 2006. Yang menjadi masalah justru pengikut rukyat global sebab jauh-jauh hari Arab Saudi dalam kalender Ummul Quro telah menentukan awal Ramadhan pada Sabtu, 23 September 2006.
Namun tidak demikian untuk penentuan Idul Fitri tahun ini. Posisi hilal pasca ijtimak akhir Ramadhan berdasarkan hasil hisab modern menggunakan simulator planetarium Starrynight Pro versi 5.8.2 menunjukkan bahwa pada Minggu, 22 Oktober 2006 hilal berada pada ketinggian kritis di wilayah Indonesia sebab ijtimak/konjungsi terjadi pukul 12.14 WIB. Di Jayapura tinggi hilal bahkan minus 1° 16' saat matahari terbenam yang artinya bulan terbenam lebih dulu dari matahari. Di Yogyakarta hilal baru setinggi 0° 26' saat matahari terbenam dan di Aceh tinggi hilal 0° 36' saat matahari terbenam. Adanya kondisi tersebut menyebabkan para pengikut kriteria wujudul hilal menentukan Idul Fitri jatuh pada Senin, 23 Oktober 2006 sementara pemerintah mengganggap belum memenuhi kriteria imkanurrukyat sehingga Idul Fitri pada kalender pemerintah jatuh pada Selasa, 24 Oktober 2006. NU masih belum menentukan kapan Idul Fitri sebab masih menunggu kegiatan rukyat hilal yang nampaknya akan mustahil dapat terlihat mengingat rendahnya posisi hilal sehingga organisai ini cenderung akan mengikuti pemerintah melaksanakan lebaran pada hari Selasa.
Posisi hilal Syawwal 1427 H di Japura pada 22/10 @ sunset
Saat terjadi perbedaan tentunya akan membuat masyarakat muslim di Indonesia seakan terpecah. Perpecahan ini sangat mencolok saat dua organisasi massa Islam terbesar yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU) menentukan berbeda dalam saat mulainya Ramadahan, Idul Fitri dan Idul Adha. Seolah sudah menjadi tradisi yang turun temurun kita rasakan dengan perbedaan tersebut. Dan ternyata bukan rahmat seperti yang dikatakan melainkan justru bertambahnya jurang pemisah antara kedua massa pendukung ormas tersebut, munculnya sinisme, kebencian bahkan penghinaan terhadap sesama muslim pada segolongan masyarakat, sebuah fakta yang tidak dapat kita pungkiri. Lalu kapan umat Islam di Indonesia akan bisa terhindar dari khilafiah seperti ini. Jawabnya tergantung kepada para elite pimpinan ormas-ormas tersebut untuk saling mau mengalah serta kebijakan pemerintah untuk merumuskan sebuah kriteria tunggal yang disepakati bersama, lebih demi kemaslahatan umat dan menanggalkan perbedaan yang sebenarnya sangat tidak prinsip "kredibilitas organisasi?" yang selalu diagung-agungkan. Wallahu a'lam.
Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Ramadhan
Kalo pada hari minggu 22 oktober pukul 08.08 pagi sudah terjadi ijtimak, maka hilal akan bisa terlihat
BalasHapuskarena hilal bisa dilihat jika sudah terjadi ijtimak. apakah ini berarti setelah jam 08.08 pagi itu sudah masuk iedul fitri..??
karena juga saya pernah tinggal di Aceh,
dulu seingat saya saat jam 11-an siang, ada pengumuman bahwa sudah masuk iedul fitri, dan puasa haram....
karena itu banyak yang buka puasanya siang hari...
pasar langsung ramai....
sholat iedul fitrinya besok pagi...
apakah bisa seperti itu....???
terima kasih
ghozan
wongcilik05@gmail.com
sumpah, keren banget. penjelasannya sangat detail, tapi gampang dimengerti oleh orang awam kayak saya sekalipun. makasih banget mas atas informasinya...
BalasHapuswoww....salut. saya bayangkan smua sarjana punya blog2 bermanfaat seperti ini sesuai dengan bidangnya...betapa berkembangnya ilmu pengetahuan indonesia...terasa manfaat benar bagi publik.
BalasHapusSaya (sarjana fisika) mengacungkan jempol tanda salut bagi anda.
bukanlah bid'ah penggunaan wujudul hilal untuk penentuan awal/akhir bulan. ini identik dengan penggunaan jam/waktu untuk menentukan waktu masuk shalat/imsak/sahur. InsyaAllah
kepada kaum Muslimin di seluruh dunia, terutama di Indonesia, saya mau tanya, apa anda akan mengutamakan kemajuan organisasi/kelompok anda sendiri, atau memilih kemajuan Islam???? mikir atuh de!!
BalasHapusSubhanallah wal hamdulillah.....
BalasHapusPenjelasan yang begitu gamblang dan sangat mudah dipahami bagi orang awam astronomi seperti saya.
Jazakallahu khoiron Katsiiroo
Prianto
Selama masih menggunakan metode yang berbeda berarti sampai kapanpun masih ada kemungkinan perbedaan hasil.Setelah Nabi Muhammad wafat(yang merupakan sumber informasi yang langsung dan resmi dari Allah setelah Alqur'an),ada beberapa yang berbeda buat muslim seluruh dunia,bukan hanya hal penentuan Hilal.
BalasHapusYakin akan suatu hal dan Bertawakkal kpd Allah,menurut saya disinilah keunikan manusia diciptakan sebagai makhluk Allah.
Wallahu A'lam
Saya sedih kalau seorang ulama bernama Dien Syamsoeddin mengatakan dalam komentarnya di TV bahwa adanya perbedaan waktu karena pemerintah tidak berkomunikasi dgn baik... Kenapa harus berkomentar demikian Pak Haji??? Subhanallah saya besar dari PIA alazhar namun tetap percaya kepada keputusan pemerintah... Allahu Akbar...
BalasHapusapa mungkin dng instalasi sensor cahaya matahari di bbrp tempat di bulan plus transmitter nya utk mengirimkan data secara berkala ke bumi ?
BalasHapusahli nujum dpt memproses data2 tsb dana dpt digunakan utk penghitungan hilal scr akurat, sekurang2nya satu bulan sebelum Ramadhan tiba.
dengan perjalanan waktu data yg terkumpul akan makin besar, sehingga prediksi makin akurat misalnya penentuan kalender Islam satu atau dua tahun sebelumnya.
Ini butuh dana, waktu, dan kesabaran. Ilmu hitungnya sih sudah dikuasai sepertinya.
Kepada Bung Mutoha, mungkin bisa menjelaskan dari sisi astronomi kenapa pelaksanaan idul fitri 1427 h diberbagai negara dilaksanakan dalam 4 hari yang berbeda sebagaimana bisa dibaca di http://www.icoproject.org/icop/shw27.html#day :
BalasHapus1. Nigeria hari Minggu 22 Okt, karena mengklaim melihat hilal
2. Arab Saudi plus 31 negara pada hari Senin 23 okt. Kuwait diantaranya karena hilal tidak bisa dirukyat
3. Indonesia plus 21 negara pada hari Selasa 24 okt, karena hilal tidak bisa dirukyat
4. Pakistan dan India 25 okt, karena hilal tidak bisa dirukyat.
Artinya penggunaan metode rukyat akan menghasilkan perbedaan sampai 4 hari di seluruh dunia. Tahun 2005 hanya berbeda dalam 3 hari.
Tidak bisa dibayangkan seandainya kalender hijriah ini digunakan antar negara untuk keperluan bisnis (transaksi) atau kegiatan sosial lainnya, tidakkah ini menimbulkan kebingungan karena tanggal yang berbeda di berbagai negara.
Asaalamualaikum
BalasHapusOm, untuk Ramadhan san Syawal 1428 H. mana?
Kami semua sangat menunggu.
Wassalam
Kang Uyun
Oo..hilal Ramadhan seperti itu tho..makasih dah sharing..:)
BalasHapusKenali dan Kunjungi Objek Wisata di Pandeglang
sebagai muslim, tentunya harus mengetahui hal2 seperti ini supaya kerukunan umat terjaga.
BalasHapusBlog Marketing
mencari kebenaran yang haqiqi hendaknya dengan lebih khusu' beribadah.perputaran bulan dan matahari hanya kaena kehendak ALLAH. manusia sudah demikian gelisah dibuatnya.tenang dan bersabar itu lebih baik.ikuti keputusan pemerintah saja,dan yang terpenting laksanakan ibadah puasa karena ALLAH semata yang ghaib wujudnya,dan yakin dalam hati bahwa amal baik pasti ALLAH terima,belajar keras untuk selalu IKHLAS.
BalasHapuskenapa selalu ada perbedaan bulan puasa yah?
BalasHapuspengamatan hilal itu khusus untuk puasa ramadan, untuk bulan yang lainnya dalam kalender hijriah cukup dilakukan hisab saja. tetapi titik nol perjalanan bulan mengelilingi bumi menurut ilmu agama bukan pada cunjungsi.demi jelasnya baca rotasi bulan.blogspot.com.bakrisyam
BalasHapusmakasih ya pak
BalasHapus