Home    About Me    Equipment    Aktivitas    Astrofotografi    Observasi    Downloads   Video    Gallery    Tamu   

Selasa, 05 Juni 2007

Penantian Panjang Bosscha

Taufik Hidayat
Hadapi Soal Tanah dan Polusi Cahaya
.
BANGSA yang besar adalah bangsa yang menghargai perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan menggiring bangsa itu menuju puncak kejayaan.
.
Karel Albert Rudolf Bosscha adalah orang Belanda yang berjasa mendirikan Observatorium Bosscha. Tanggal 12 September 1920 di Hotel Homann Bandung Nederlandh Indische Sterrenkundige (NISV) atau Perhimpunan Ilmu Astronomi Hindia Belanda, memutuskan membangun sebuah observatorium untuk memajukan ilmu astronomi Hindia Belanda. Pada 1 Januari 1923, observatorium ini resmi dibuka. Saat itu baru ada dua observatorium yang terletak di belahan bumi selatan yaitu Afrika Selatan dan Australia.
.
Pada 17 Oktober 1951, NISV menyerahkannya pada pemerintah RI. Setelah Institute Teknologi Bandung berdiri 1959, Bosscha menjadi bagian dari ITB. Sejak itu, Bosscha berfungsi sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal astronomi di Indonesia.
.
"Obervatorium penting. Ini sesuatu yang penting untuk bangsa yang berbudaya dan berilmu pengetahuan. Artinya, penting untuk peningkatan pendidikan," ujar Kepala Observatorium Bosscha, Taufik Hidayat.
.
Taufik tahu pasti, bahwa keberadaan observatorium adalah penting. Penting karena Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dan berpendidikan. Tapi, toh observatorium ini malah diselimuti persoalan yang menghambat perkembangan ilmu pengetahuan.
.
Kepada Kampus, Taufik Hidayat menceritakan kembali persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Bosscha, seperti masalah sertifikasi tanah dan polusi cahaya. Berikut petikan wawancara yang dilakukan di Kantor Besar Observatorium Bosscha, Lembang, Bandung, Sabtu (4/11).
.
Bagaimana dengan masalah tanah yang terjadi di observatorium Bosscha?
Soal sertifikat tanah Bosscha, ITB sudah mengurus sejak tahun 1992. Jujur saja kami tidak mengerti kenapa belum juga berhasil. Kami sudah mengurus sertifikat tanah ini sejak 15 tahun lalu, tapi tidak selesai. Nah, pada bulan Juni lalu, ITB sudah mendapat perintah membayar. Rumornya, sih, surat sertifikat itu sudah mau turun sekarang. Terakhir, saya dengar sudah ada di Kanwil Kabupaten (BPN kabupaten) tinggal menunggu SK. Hal ini berarti sudah ada kemajuan besar. Sekali lagi sudah bertahun-tahun sejak 1992, 1994, 1996, dan 1999. Surat permohonan sertifikat sudah dibuat oleh hampir semua Rektor ITB.

Yang Anda ketahui, apa hambatan ITB dalam hal mengurus surat sertifikat ini?
Saya tidak tahu persis. Tapi yang saya tahu kurang beberapa dokumen. Sebenarnya surat-surat sudah lengkap saat penyerahan dari Perhimpunan Astronomi Belanda memberikannya kepada Mendiknas pada tahun 1951.

Maksud Anda, tidak ada yang salah dengan surat-surat yang diberikan persatuan astronomi Belanda itu kepada pemerintah RI? Lalu pada saat pemerintah RI memberikannya pada ITB?
Bosscha didirikan oleh swasta, bukan pemerintah kolonial. Bosscha sendiri adalah pengusaha dan dia menggalang dana dari banyak kalangan. Dia juga anggota intelektual pada zaman itu. Jadi, sebenarnya ini adalah milik dari swasta. Baru tahun 1928, pemerintah kolonial turut memberikan dana. Sebelumnya, Karel Bosscha dan pengusaha yang membiayai. Sama seperti ITB, juga didirikan swasta. Pada tahun 1951, Bosscha diserahkan dari asosiasi perhimpunan astronomi kepada pemerintah pusat. Lalu, pemerintah pusat menyerahkan pengelolaannya kepada Fakultas Teknik dan MIPA UI yang ada di Bandung, cikal bakal ITB. Nah, akhirnya di bawah ITB sampai sekarang.
Selama proses itu semua surat-surat diberikan lengkap, termasuk tanah, seluas 8,6 ha. Itu semua untuk kawasan observatorium.

Jika masalah tanah beres apakah problem Bosscha beres?
Oh, tidak. Bosscha masih berhadapan dengan masalah polusi cahaya dan tata ruang Lembang. Tahun 1989, ITB sudah pernah memberi usulan tentang tata ruang Lembang, terutama yang dekat dengan Bosscha. Tahun itu ITB pernah mengusulkan zonasi di mana terbagi atas hutan tanaman keras, pemukiman dengan kerapatan tertentu dan lain-lain. Ada empat zonasi.
Nah, tahun ini kami mengusulkan kembali bekerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum RI. Kerja sama ini muncul karena Bosscha termasuk salah satu yang spesifik. Bosscha adalah salah satu dari 13 kawasan yang memerlukan tata ruang khusus. Bosscha adalah pilot project-nya.

Anda ingin mengatakan Bosscha butuh tata ruang khusus? Tata ruang khusus itu seperti apa?
Dengan meninjau beberapa aspek, observatorium memerlukan keadaan khusus seperti gelap. Dan juga kita tahu Lembang adalah kawasan konservasi. Sebagai kawasan konservasi, ternyata pembangunannya tidak terkendali. Zonasi itu akan melingkupi radius 2,5 kilometer dari pusat yaitu teleskop Kopple. Dua setengah itu dibagi-bagi menjadi lima lingkaran. Di lingkaran pertama menjadi kawasan hijau dengan sumber cahaya minimal. Berikutnya kawasan permukiman dengan kerapatan tertentu. Ide ini sudah diusulkan kepada Bappeda Provinsi Jawa Barat, tetapi akhirnya tidak jadi alasannya terlalu akademis.

Menurut pandangan Anda, apakah alasan itu tidak logis?
Ya, memang karena tidak mau susah. Prinsipnya begini. Apakah kita menginginkan tataruang yang benar atau yang hanya applicable. Kalau membuat tata ruang yang benar, memang butuh usaha lebih. Tapi, kalau hanya sekadar yang applicable risikonya akan muncul banyak penyimpangan. Kami sudah memperjuangkan melalui Departemen PU. Dalam pertemuan terakhir, bulan puasa kemarin, status hasil studi ini belum pasti apakah akan menjadi lampiran perda atau peraturan presiden.

Tentang zonasi tadi, bukankah sekarang sudah banyak bangunan yang bertebaran di sekitar Bosscha. Lalu apakah kalau konsep ini jadi, bangunan yang ada akan direlokasi?
Ini yang tidak saya ketahui pasti. Namun, akan dilakukan secara bertahap. Cara yang mungkin ditempuh adalah menganjurkan setiap rumah menanam dua pohon besar.
.
Foto udara Obs. Bosscha (http://astronomsableng.wordpress.com/)
.
ITB sendiri menghendaki pembebasan lahan?
Masih ada beberapa opsi yang dibicarakan. Hal itu tidak gampang dan butuh usaha besar. Paling tidak memerhatikan faktor lingkungan dan menata cahaya, maka sudah menjadi langkah maju. Sebenarnya dalam diskusi-diskusi yang muncul, penataan kawasan ini bukan sekadar zonasi. Struktur bangunan juga diperlukan. Misalnya saja menghindari beton yang sangat keras, tidak melepas panas dan lain-lain. Contoh-contoh kawasan seperti ini sudah banyak di dunia. Memang, buat kita dapat dikatakan ekstrem. Contohnya di Arizona dilarang mendirikan bangunan sekian puluh kilometer.

Jika masalah polusi cahaya dan tata ruang gagal ditanggulangi. Apakah bisa Bosscha dipindahkan dari Bandung?
Bosscha sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Dari sisi kepentingan, Bosscha memiliki kepentingan nasional. Hal itu sama sekali bukan opsi buat kami. Apalagi Bosscha adalah kawasan cagar budaya. Artinya, dari sisi kepentingan maka Bosscha memiliki kepentingan nasional yang cukup besar. Karena itu, tidak mungkin Bosscha dipindahkan. Yang paling mungkin adalah membangun Bosscha-Bosscha di tempat lain sehingga ada observatorium nasional.

Bosscha di Lembang itu unik. Kekhasan kita adalah berada di dekat ekuator dan di bagian bumi selatan. Bosscha mencakup wilayah yang tidak dicakup oleh Cina, Jepang, India, dan Australia. Kami menjadi salah satu pelengkap di dunia yang sangat berarti.

Hal itu berhubungan pula dengan beberapa program yang dijalankan Bosscha. Misalnya, program bintang ganda visual, pengamatan planet-planet, bintang variabel, survey langit selatan. Program-program baru yang meningkatkan program penelitian seperti pengamatan transit eksator pelanet dan macam-macam spektroskopi. Teleskop kami sudah dilengkapi kamera digital. Kamera ini lebih sensitif daripada plat fotografi. Jika langitnya semakin terpolusi, maka cahaya parasit semakin banyak masuk. Dan, menghalangi pengamatan kami.

Bagaimana perawatan Bosscha selama ini?
Kami melakukan sendiri. Biaya untuk perawatan fisik relatif murah. Yang mahal adalah untuk pengecatan bangunan. Sementara untuk kamera digital yang ada di teleskop itu, tinggal perawatan yang baik. Dulu tahun 1999 harganya 2.000-4.000 US dolar.

Apa yang terjadi jika Indonesia tidak punya observatorium?
Mungkin tidak akan terjadi apa-apa. Tidak seperti kalau tidak ada rumah sakit. Tetapi, andai kata tidak ada abservatorium, artinya kita tidak berperan atau berkontribusi apa-apa dengan perkembangan pengetahuan dunia. Dalam pendidikan, ilmu-ilmu futuristik seperti astronomi itu akan baik sekali. Bosscha itu adalah simbol astronomi modern yang ada di Indonesia. ***

1 komentar: