Home    About Me    Equipment    Aktivitas    Astrofotografi    Observasi    Downloads   Video    Gallery    Tamu   

Sabtu, 27 Januari 2007

Shalat dan Puasa di Kutub

Bagi Muslim yang berdomisili di daerah yang mengalami kondisi tidak lazim, misalnya daerah kutub maka ia akan mengalami masa dimana selama beberapa hari selalu malam atau pada saat yang lain justru selama beberapa hari selalu siang. Hal ini tentunya akan mengakibatkan kegiatan ibadah mahdhohnya terutama shalat dan puasanya akan bermasalah. Lalu apakah ia tidak lagi terkena kewajiban tersebut seandainya waktu-waktu yang bersesuaian dengan ibadah tersebut tidak ada? Jawabnya adalah ia tetap wajib menjalankan shalat 5 waktu dan puasa. Lalu waktunya kapan? ia dapat saja memilih waktu yang sesuai dengan kondisi waktu itu misalnya mengikut daerah terdekat yang tidak mengalami kondisi tersebut. Secara astronomis jadwal shalat dan jadwal puasa dapat disusun dengan mengacu kepada latitude daerah terdekat yang tidak mengalami kondisi ekstrim tersebut. Itulah kira-kira hasil yang dapat disimpulkan dari Sarasehan dan Bedah Buku karya Sa'auddin Djambek di PSA UAD Yogyakarta.


Dr. Moedji Raharto sebagai keynote speaker pada acara Sarasehan


Seperti kita ketahui setelah Rasulullah wafat, para cendekiawan muslim menetapkan waktu shalat dan berpuasa berdasarkan Al-Qur’an, hadits-hadits shohih, yang kemudian menghasilkan perhitungan (hisab) waktu shalat dan awal bulan yang kita kenal sekarang. Karya para ulama itu diterima oleh para ahli hisab zaman sekarang selama kriteria masih dapat digunakan. Tetapi setelah zaman berkembang dan banyak kaum Muslimin ke daerah-daerah yang “kriterianya tidak dapat dipenuhi” timbullah ijtihad bermacam-macam, yang didalamnya setiap Mujtahid mengklaim bahwa ijtihadnyalah yang paling benar. Salah seorang diantaranya adalah almarhum Bapak Sa’adoeddin Djambek yang menulis buku tentang hal tersebut.
Nah, untuk itu Pusat Studi Astronomi UAD Yogyakarta menyelenggarakan Sarasehan dan Bedah Buku karangan Sa'aduddin Djambek yang berjudul "Shalat dan Puasa di Daerah Kutub". Sarasehan ini tentunya belum menghasilkan sesuatu yang tuntas karena bukan merupakan Jumhur Ulama, akan tetapi merupakan salah satu usaha untuk memperoleh masukan ke arah pelurusan cara-cara peribadatan mahdhoh dimasa yang akan datang sehingga mendapat kemudahan bagi para perantau yang bermukim di daerah iklim sedang dan iklim dingin. Kali ini pakar yang diundang sebagai nara sumber adalah Dr. Moedji Raharto dari Observatorium Bosscha Bandung dan Drs. Oman Faturahman,MAg dari Majlis Tarjih PP Muhammadiyah.

Anggota JAC peserta Sarasehan berpose bersama para nara sumber
.
Karena diundang JAC mengirimkan 6 orang anggotanya mengikuti acara tersebut. Pak Mutoha, Ma'rufin, Agus, Lutfi Aifa, Bayu dan PakAR. Sayang yang dari Assalam Solo (PakAR) ditunggu-tunggu ternyata berhalangan jadi akhirnya cuman 5 saja. Selama acara berlangsung memang cukup meriah karena sebentar-bentar diselingi guyon. Yang jelas selama kegiatan seminar tayangan simulasi Planetarium Starrynight cukup mendapat perhatian dari peserta. Jadi kehadiran JAC pada acara tersebut ternyata tidak cuman sebagi peserta tapi juga penghibur....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar